Senin, 14 November 2011

Nilai-Nilai dan Norma Sosial


 Sistem Komunikasi Indonesia 1
Nilai-Nilai dan Norma Sosial
Menurut Redi Panuju (1997), mengisyaratkan untuk mempelajari sistem komunikasi Indonesia haruslah membahas dua hal. Yaitu: Pertama, Sistem komunikasi Indonesia mempunyai makna pola-pola komunikasi yang secara idealistic dan normative diharapkan ada dan terjadi di Indonesia. Bahasan mengacu pada nilai-nilai, norma-norma, dan hukum yang merumuskan bagaimana seharusnya komunikasi dijalankan atau terjadi. Kedua, sistem komunikasi Indonesia mempunyai makna deskriptif dari gejala komunikasi yang aktual, sedang terjadi di Indonesia. Bahasan mengacu kepada fakta-fakta empiris yang secara objektif benar-benar ada atau terjadi.
A. Nilai-Nilai dan Norma Sosial
Segala hal yang dianggap bernilai tinggi bagi kehidupan individu sebagai anggota masyarakat disebut nilai hidup. Nilai hidup merupakan pedoman tertinggi bagi pikiran, perasaan, sikap dan tingkah laku di dalam masyarakat. Soekandar Wiriatmaja mengemukakan, bahwa nilai hidup diartikan sebagai suatu kesanggupan (kapasitas) suatu barang, gagasan maupun isi pengalaman yang dapat memenuhi keinginan manusia dan dijadikan pegangan hidupnya.
Bisa juga terjadi bahwa nilai hidup itu serupa bagi suatu kelompok manusia, karena mereka telah mengalami proses sosialisasi yang sama dalam kebudayaan yang sama. Jadi ada nilai hidup perorangan, nilai hidup suatu kelompok dan nilai hidup suatu masyarakat. Nilai hidup tersebut tidak tampak, tetapi tercermin pada tingkah laku seseorang dan memberikan arah dan bentuk kepada tingkah laku orang tersebut.
Jalan pikiran individu dan perasaannya, telah ada sejak kanak-kanak diresapi nilai-nilai hidup. Isinya telah berurat akar di dalam batin atau hati nurani individu sedemikian rupa, sehingga yang bersangkutan memahami mana yang baik dan mana yang buruk, yang cocok dan yang tidak cocok yang diperkenankan untuk dilakukan dan yang dilarang dan lain sebagainya. Oleh karena telah berurat akar, atau telah meresap sangat dalam, nilai hidup sangat lambat atau sulit berubah. Isi dari nilai hidup tersebut biasanya antara lain mencakup :
a. Nilai kepercayaan. Umpamanya, kepercayaan kepada hal-hal yang gaib (seperti makhluk halus, dewa-dewi, hal-hal yang keramat dan bertuah dan lain-lain) dan keagamaan (religi).
b. Nilai pandangan (falsafah) hidup. Umpamanya, bagaimana pandangan dalam berinteraksi dengan alam (apakah harus tunduk, menyelaraskan diri atau harus menaklukkan alam), pandangan terhadap waktu (apakah berpedoman pada waktu lampau, waktu sekarang atau waktu yang akan datang), hakikat kerja (bekerja untuk apa selama hidup ini), dan sebagainya.
c. Nilai pergaulan hidup. Umpamanya, sopan santun (tata krama), budi pekerti, tolong menolong dan lain-lain.
Batasan-batasan yang tumbuh dalam masyarakat untuk mengatur tertib tingkah laku hubungan atau interaksi dinamakan norma sosial. Bentuknya dapat tertulis maupun tidak tertulis. Menurut Bouman (1976) norma sosial diartikan sebagai suatu peraturan umum mengenai kelakuan atau perbuatan yang didasari oleh pertimbangan-pertimbangan kesusilaan, kebiasaan atau paham yang sehat. Karl Manheim mengemukakan norma sosial sebagai lampu pengatur lalu lintas yang mengatur dan menghindarkan kekacaubalauan.
Agar anggota masyarakat menaati segala norma yang ada dalam masyarakat bersangkutan, maka dibuatlah sanksi-sanksi. Bentuk sanksi tersebut dapat berupa penghargaan dan dapat juga berupa hukuman masyarakat yang disebut juga sanksi sosial. Penghargaan masyarakat diberikan kepada anggotanya yang selalu menaati norma sosial. Misalnya dalam bentuk pujian “dia orang yang taat atau disiplin” dan sebagainya, walaupun yang bersangkutan mungkin tidak mengharapkannya.
Norma sosial sangat penting bagi keutuhan masyarakat. Sebab dengan norma sosial semua anggota masyarakat dapat mengatur cara hidupnya secara harmonis dan tidak bertentangan satu sama lain. Sehubungan dengan kekuatan norma beserta sanksinya, dikenal adanya empat klasifikasi sebagai berikut:
1. Cara (usage), menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan daya pengikat norma ini sangat lemah, bahkan tidak mengikat sama sekali. Norma ini lebih menonjol di dalam hubungan antara individu dalam masyarakat.
2. Kebiasaan (folksways), diartikan sebagai suatu perbuatan yang diulang dalam bentuk yang sama, merupakan suatu bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Kekuatan mengikatnya lebih besar daripada norma cara.
3. Tata kelakuan (mores), daya pengikat norma ini lebih kuat jika dibandingkan dengan norma kebiasaan. Dengan demikian sanksi bagi tata kelakuan juga lebih kuat mengikat anggota masyarakat. Suatu kebiasaan yang tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku, akan tetapi juga diterima sebagai norma pengatur, dinamakan tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar oleh masyarakat terhadap anggotanya. Tata kelakuan itu satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya. Dengan begitu, secara langsung anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
4. Adat istiadat (customs), diartikan sebagai suatu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perikelakuan masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat, akan menderita sanksi yang keras.
Masyarakat Indonesia, menurut para pakar Komunikasi dan Informatika (dalam kuliah umum Jurusan Komunikasi Universitas Nasional, 9 maret 2005) , terdiri dari masyarakat agraris, industri, dan informasi. Hal ini dapat dimaknai bahwa di masyarakat Indonesia terdapat beragam nilai-nilai. Masyarakat agraris yang berada pada wilayah pedesaan tentu saja masih menganut nilai-nilai agraris, industri, dan informasi tradisional, misal nilai kolektivis. Pada masyarakat industri dan informasi nilai-nilai tradisional sudah mulai menipis akibat dari proses akulturasi antara budaya tradisional dengan budaya modern (budaya masyarakat industri, dan informasi), berganti dengan nilai individualistik (kesetaraan).
B. Hubungan antara nilai-nilai dan komunikasi.
Dalam hubungan dengan komunikasi, nilai-nilai (juga norma-norma sosial) mempunyai hubungan yang sangat signifikan. Eillers (1995) merumuskannya sebagai berikut:
1. Nilai-nilai disampaikan secara implisit dan eksplisit melalui tingkah laku simbolis. Kebanyakan dari tingkah laku manusia melambangkan dan merupakan ekpresi nilai-nilai yang kita terima dari belajar atau proses pembudayaan. Tingkah laku itu terutama diungkapkan melalui komunikasi nonverbal dan juga komunikasi verbal.
2. Cara berkomunikasi dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut. Bagaimana memutuskan alat yang digunakan, cara menggunakan, menyandi pesan dipengaruhi oleh nilai-nilai. Anita Taylor (dalam Jallaluddin Rakhmat, 1994) menemukan bahwa nilai-nilai mempengaruhi komunikasi dalam hal: terpaan selektif (selective exposure); persepsi selektif (selective perception); ingatan selektif (selective attention); dan penyandian selektif (selective encoding).
C. Hukum dalam Sistem Komunikasi Indonesia
Sistem komunikasi Indonesia mempunyai dasar hukum. Secara tersirat terdapat dalam mukadimah UUD 1945 khususnya pada alinea ke empat. Secara tersurat terdapat pada pasal 28F yang berbunyi:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Selain diatur dalam hukum dasar negara Indonesia, peraturan dalam berkomunikasi dapat mengacu pada: Undang-undang 32 tahun 2002; Undang-undang 40 tahun 1999; Undang-undang 36 tahun 1999; Undang-undang 8 tahun 1992; KUHP (terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang komunikasi) dan sebagainya.
D. Fungsi Sistem Komunikasi Indonesia
Sistem komunikasi haruslah mampu menjalankan fungsi dari pada komunikasi. Lasswell (dalam Nurudin, 2004), menyatakan bahwa fungsi dari komunikasi adalah :
  1. Pengawasan lingkungan
  2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya
  3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya.
Dalam UU 40 tahun 1999 pada pasal 3 dijelaskan tentang fungsi dari sub sistem komunikasi Indonesia ini adalah:
1. Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
2. Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Sedangkan peranan dari subsistem komunikasi Indonesia ini adalah sebagai berikut:
  1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
  2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta meghormati kebhinekaan;
  3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
  4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
  5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
E. Diskripsi Sistem Komunikasi Indonesia
Nurudin (2004), mendeskripsikan sistem komunikasi Indonesia sebagai berikut:
1. Jika ditinjau dari masyarakat yang mendiami suatu wilayah, terdapat sistem komunikasi pedesaan dengan budaya tradisionalnya, dan sistem kounikasi perkotaan dengan budaya akulturasi antara budaya tradisional dengan budaya modern. Pada masyarakat pedesaan, sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan pemimpin pendapat. Pemimpin pendapat menjalankan fungsinya sebagai penerjemah pesan, intrprator karena kelebihannya dibanding masyarakat kebanyakan.Masyarakat perkotaan, sistem komunikasi dipengaruhi oleh keberadaan media massa.
2. Jika ditinjau dari media yang digunakan, ada sistem media cetak (surat kabar, tabloid, majalah); elektrolit (radio, televisi); media tradisional (wayang,kethoprak, ludruk, lenong, dan sebagainya).
3. Jika ditinjau dari pola komunikasinya, ada sistem komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpersona, komunkasi kelompok, komunkasi organisasi, dan komunikasi massa.


Pangeran-Ku

Pangeran-Ku
Aku adalah Aku..
Saat aku menyadari sebuah kesendirian..
Saat aku menyadari seberkas kekosongan..
Saat aku mulai berani membiarkan egoku masuk kedalam benakku..
Dan saat ku mulai membisu oleh semua acuhan..
     Aku Adalah aku..
     Mereka tak tau jalan hidupku..
     Mereka tak peduli jalan pilihanku..
     Penuh dengan tantangan yang berliku..
     Mengharap seorang pengeran yang menemuiku..
    Memberikan sebuah kebahagian disetiap malam senja..
Tapi aku tetaplah aku..
Selalu berjalan tanpa diiringi pangeranku..
Mencari sendiri sebuah jawaban atas tanya-tanyaku..
Pembawa sebuah kebahagiaan dari bagian hidupku..
Terus dan terus berjalan mengikuti alur hati..
perlahan-lahan jalan berliku ini kutempuhi..
Hingga aku menemukan sesosok yang kucari..
Seorang pangeran dengan ketulusan hati..

Sabtu, 12 November 2011

Etika dalam Berdoa

 


setiap manusia pasti memiliki masalah. Dari setiap masalah, setiap insan akan meminta kepada sang khaliq agar diberikan yang terbaik dari setiap permasalahan, semua itu dilakukan tak lain dengan cara berdoa. Di dalam berdoa memiliki etika. Etika merupakan sikap yang patut dimiliki manusia dalam kehidupan sehari-hari. Didalam berinteraksi dengan sesama, kita membutuhkan etika. saat menghadiri acara-acara resmi ataupun non resmi perlu ada etikanya. ketika seorang bawahan menghadapi atasan, kita dituntut untuk beretika. Ketika kita berbicara atau berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, kita dituntun memiliki etika dalam berbicara.Dan masih banyak lagi praktek-praktek kehidupan yang etika berperan didalamnya.

Jika dalam berinteraksi antar sesama saja kita membutuhkan etika. Apalagi berinteraksi kepada Sang Khaliq harus memiliki etika. Jika dalam menemui seseorang yang lebih terhormat terkadang kita sibuk untuk memikirkan bagaimana cara beretika yang sepatutnya. Bagaimana ketika kita ingin menemui (menghadap) Dzat yang menciptakan orang terhormat tersebut? Pantaskah kita tidak beretika??

Berdoa merupakan salah satu bentuk interaksi manusia dengan Sang Pencipta atau Sang Khaliq. Sebab dalam berdoa ada suatu permohonan yang diajukan manusia kepada Tuhan-Nya yang sudah pasti akan melihat, mendengar dan mengabulkan apa yang dimohon oleh hamba-Nya.
Allah swt, berfirman yang (QS. Al Baqarah:186)
artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Dalam kaitannya dengan etika dalam berdoa, Imam Ghazali rahimahullah dalam karya monumentalnya Ihya ‘Ulamaddin memaparkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diejawantahkan seseorang ketika berdoa, antara lain:

Berdoa Pada Waktu-Waktu Mulia
Seseorang yang berdoa hendaklah bisa memilih dan memanfaatkan waktu-waktu mulia seperti hari arafah yang mulia, bulan ramadhan yang diberkahi serta hari jum’at yang konon hari suci. Selain itu ketika waktu sahur atau sepertiga malam yang merupakan waktu mulia untuk berdoa.

Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda:
“Setiap sepertiga malam yang terakhir Allah swt. turun ke langit dunia dan berkata: Siapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Ku-kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku maka akan Ku-berikan. Dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Ku-ampuni.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Tidak Meninggikan Suara
Ketika Rasulullah saw. mendengar suatu kaum yan meninggikan suara saat berdoa, Beliau lalu menegurnya dengan berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya Dzat yang kalian mohon tidaklah tuli dan ghaib. Tetapi Dia berada diantara kalian.” (HR. Muttafaqun ‘alaih dari Abu Musa al Asy’ari)
Dari pernyataan Rasulullah saw diatas dapat memberikan sinyal bahwa dalam berdoa hendaklah kita tidak meninggikan suara. Sebab Dzat yang kita mohon selalu ada didekat kita, selalu mendengar apa yang kita pinta meskipun dalam bisikan hati sekalipun ataupun dengan isyarat sekalipun.
Didalam al-Qur’an telah disebutkan akan larangan meninggikan suara ketika berdoa. Sebagaimana firman Allah swt yang
artinya: “dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu"." (QS. Al Israa : 110)

Setiap orang yang berdoa hendaklah menghayati tiap doa-doanya. Dengan rasa ketundukan dan kerendahan hatinya serta penuh harapan dari setiap doanya, pikiran yang jernih serta hatinya benar-benar hadir ketika berdoa. Allah swt. berfirman yang
artinya : “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.” (QS. Al Anbiya : 90)

Allah swt berfirman dalam (QS. Al A’raf : 55-56) yang
artinya : “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Didalam berdoa perlu adanya rasa optimisme dalam berdoa. Rasa yakin yang selalu melekat dihati bahwasana doa yang kita panjatkan akan selalu dikabullkan oleh Sang Khaliq. Hanya Dialah yang tempat kita meminta dan tempat kita mengadu.

Optimisme Dalam Berdoa

Orang yang berdoa harus selalu yakin bahwa doanya akan terkabulkan. Dan janganlah berdoa dengan mengatakan: “Ya Allah ampunilah aku jika Kau menghendaki dan kasihanilah aku jika Kau menghendaki.” Allah swt. ialah Dzat yang selalu mengabulkan  permohonan hambanya, sebagaimana dinyatakan dalam beberapa ayat al Qur’an (baca QS. 02:186). Akan tetapi apa yang kita panjatkan tidak selamanya langsung diberikan atau terkabulkan Oleh-Nya. Bisa jadi ditahan untuk diberikan diakhirat kelak atau bisa juga dijawab dengan penghapusan dosa-dosa sesuai dengan kadar doa kita. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

Tidaklah seorang muslim berdoa kecuali dikabulkannya. Bisa dengan dipercepat pemberiannya di dunia, bisa dijadikan tabungan baginya di akherat dan bisa juga dihapuskan dosa-dosanya setara dengan doanya selama ia tidak berdoa sambil berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi atau meminta cepat-cepat dikabulkan.” (HR. At Tirmidzi dari Abu Hurairah)

RINDU ku

Puisi Rindu
Awalnya ku tak tau apa yang ku rasa
kemudian sedikit demi sedikit
Ku mulai mengetahui rasa ini
Ku mulai mEnyayangimu

Semakin terasa kau jauh dariku
Semakin ku tak tau apa yang terjadi
Perasaan yang terus menguras air mata
Ketika ku teringat dirimu
Seperti daun yang tertiup angin
Yang tak tau arah hembusan itu